Kalimat itu terdengar dari meja sebelah. Aku menurunkan koranku sedikit untuk melihat dari siapa suara itu berasal. Orang itu memakai topi baseball abu-abu dan jaket jeans. Gambarannya sedikit berbeda dengan keterangan saksi, namun itu juga dari keterangan satu tahun yang lalu....
Kuletakkan koranku, membayar tagihan makanan, dan menghampiri meja dimana orang itu duduk.
"Kau Joni Dropkick?", tanyaku pada pria dengan topi abu-abu.
"Betul, anda sendiri siapa?"
"Detektif Casper Lawrence.", kataku sambil menunjukkan lencana kepolisian Moyoland. "Bisa ikut saya ke belakang?". Aku menunjuk pintu samping rumah makan yang menuju ke gang belakang...
"Ada masalah apa, detektif?", ia bertanya balik sambil menatap mataku tajam-tajam.
"Tolong ikut saya saja ke luar..."
Ia pun bangkit juga dari kursinya, dan berjalan mengikutiku menuju ke pintu belakang. Sesampainya di sana, ia bertanya kembali, "Jadi apa yang bisa saya bant...."
Sebelum menyelesaikan kalimatnya, aku segera membalikkan badan dan meninjunya di wajah. Ia tidak sempat menangkis....
"Hei, apa-apaan ini, bangsat ??!!", ia memegangi hidungnya yang berdarah...
"Ayo, serang balik, keparat...", aku memasang kuda-kuda...
Pria itu menerjang maju dengan tendangan. Ia meleset, aku menyambutnya dengan siku ke wajah, yang segera kukombinasikan dengan bantingan Scoop Slam. Dia bangkit kembali, dan memasang kuda-kuda defensif. Aku memperpendek jarak dan menyerang perutnya dengan lutut. Ia membungkuk kesakitan. Aku langsung memanfaatkan momen itu untuk mencengkeram bahunya dan melakukan Front Suplex ke lantai semen. Ia tergeletak tak berdaya. Aku mengakhirinya dengan melompat ke atas handrail yang ada di situ, lalu melakukan Moonsault dan menimpa badannya menggunakan badanku. Kali ini ia benar-benar tak bergerak...
Cih, lagi lagi Joni Dropkick palsu. Ini sudah yang keempat kalinya, pikirku dalam hati. Semenjak kejadian beberapa minggu yang lalu, dimana empat belas anggota geng motor dihajar sendirian di sebuah bar, namanya menjadi ngetop lagi. Bahkan ada beberapa orang yang ingin menirunya supaya bisa ikut terkenal, yang satu ini malah sampai meniru penampilan dan caranya memesan minuman...
Napasku ngos-ngosan, padahal itu cuma perkelahian yang sangat mudah. Pasti gara-gara rokok. Tapi aku belum bisa berhenti. Kunyalakan sebatang Marcopolo dan berjalan menjauhi pria yang terbaring di lantai gang itu. Sambil jalan, aku membuang lencana polisi palsu ke tempat sampah. "Detektif" Casper Lawrence my ass... Bahkan aku tak pernah bercita-cita menjadi polisi, cita-citaku sebenarnya ialah menjadi programmer video game...
Aku juga tak pernah bercita-cita menjadi pembunuh bayaran seperti sekarang ini, tapi pekerjaan inilah yang membuatku mampu membeli mobil ini. Aku membuka pintu Shelby GT500 "Eleanor" tahun 1967 milikku. Pemilik sebelumnya merawat mesinnya dengan sangat baik, tapi tidak begitu untuk komponen lain. Ada beberapa hal-hal yang harus diperbaiki, namun sampai sekarang aku tidak ada waktu...
Kujalankan mobil menjauhi rumah makan tadi sambil menyalakan radio. Frequency tuner pada radio ini juga termasuk daftar yang harus diperbaiki. Aku mencoba-coba beberapa saluran...
"Ya!! Kini dengan Grand Power Juicer, anda tidak hanya dapat membuat jus dengan lebih cepat, namun juga lebih banyak dibandingkan..."
Dibandingkan pelermu... Sampah... Kuputar lagi kenop frekuensinya...
"... hanya di kawasan hunian Grand Moyyo Residence, anda bisa mendapatkan suasana yang..."
Huek... Kagak ada yang bagus apa? Kucoba lagi memainkannya, kali ini diputar cukup jauh...
"Baik, kali ini ada sms dari Brian, dia ingin request lagu Highway Star dari Deep Purple. Ditujukan untuk teman-temannya di jurusan Teknik Elektro di Kalimdor Institute of Technology. Okey, Brian, ini lagu buat elo..."
Nobody's gonna take my car. I'm gonna race it to the ground
Nobody's gonna beat my car. It's gonna break the speed of sound
Oooh it's a killing machine. It's got everything
Like a driving power, big fat tires and everything
I love it, and I need it, I bleed it
Yeah it's a wild hurricane
Alright hold tight
I'm a highway star...
Nobody's gonna take my girl. I'm gonna keep her to the end
Nobody's gonna have my girl. She stays close on every bend
Oooh she's a killing machine. She's got everything
Like a moving mouth, body control and everything
I love her, and I need her, I seed her
Yeah she turns me on
Alright hold tight
I'm a highway star...
Solo gitar dari Ritchie Blackmore keluar dari speaker mobil yang sudah berumur. Aku pun sampai pada tujuan kedua, kali ini sebuah Fast Food 24 jam. Aku masuk dan mulai mencari targetku. Seperti yang diharapkan, ia sedang duduk sendirian di salah satu meja. Ia adalah Gregory De Angelis, salah satu bos mafia di Moyoland.
Aku duduk di sampingnya dan memesan minuman. Ia tidak kelihatan terkejut....
"Well well well, Casper Lawrence.... Cuma ada dua kemungkinan kau menemuiku, yaitu jika aku menyewamu untuk membunuh orang, atau jika orang yang menyewamu untuk membunuhku. Karena aku sedang tidak ingin membunuh siapa-siapa, berarti pasti kemungkinan yang kedua.", ia menghembuskan asap dari cerutunya. "Berapa harga untuk kepalaku?"
"Empat ratus ribu Dollar.", jawabku.
"Wow, sedikit lebih tinggi dari yang kuperkirakan. Hahahaha..... By the way, jika aku menawarkanmu lima ratus ribu untuk TIDAK membunuhku, kau pasti bakal menolak kan?"
"Kau kenal aku....", jawabku singkat...
"Baiklah kalau begitu. Hei pelayan!! Ini buat tagihannya, dan suruh semua pengunjung keluar. Bakal ada perkelahian disini...".
Pelayan fast food itu hanya bisa menurut sambil ketakutan. Tak lama, fast food itu pun kosong. Bersamaan dengan pengunjung terakhir keluar, tujuh orang pria besar masuk. Mereka adalah para bodyguard De Angelis. Ada yang membawa kunci inggris besar, sledge hammer, kunci T, obeng, dll. Pantas saja kalau kelompok ini juga dijuluki Chrome Vanadium...
Orang paling depan menyerangku dengan kunci inggris merek Krisbow ukuran 12 inci. Aku menangkap senjata itu dan meninju wajahnya dua kali. Kunci inggris itu pun kurebut dari tangannya dan kulemparkan ke orang yang membawa palu godam. Kena tepat di antara dua mata. Kini orang yang memegang kunci socket letter T merek Sellery maju dan mengayunkannya secara asal-asalan. Aku menghindar dengan mudah dan menendang perutnya. Lalu aku mengunci kepalanya dan melakukan bantingan DDT....
Sisanya kuhajar dengan cukup mudah, namun saat perhatianku teralihkan, orang yang membawa obeng minus merek Kenmaster menusuk pahaku. Aku membalasnya dengan menonjok mukanya. Anjrit, lumayan sakit. Aku membuka kaosku dan mengikatkannya di sekeliling luka. Kini aku bertelanjang dada. Orang yang tadi menyerangku, kini menatap dengan wajah ketakutan...
"T-t-tatto.... Tatto itu.... K-k-kau....", katanya tergagap-gagap sambil menatap tatto di lengan kananku. Kemudian ia lari keluar sambil ketakutan....
Berarti tinggal De Angelis, pikirku. Namun saat aku menengok, ia sudah hilang. Di saat bersamaan, di luar terdengar mesin mobil yang dinyalakan. Rupanya ia kabur. Aku segera berlari ke mobilku. Aneh, ban Eleanor tidak dikempeskan, seolah sepertinya ia memang menantangku untuk balapan... Okelah kalau begitu, Greg...
Mobil kami berdua melintas dengan kecepatan tinggi di jalanan Moyopolis. Tiba tiba HPku berdering, dari Daniella, pacarku. Kami memang habis bertengkar baru-baru ini. Tapi aku tidak ada waktu untuk menjawabnya. Aku diamkan saja deringan itu, sambil melakukan manuver-manuver menghindari kendaraan lain di jalan. Jago juga si Greg ini, kuakui. Ia mengendarai Dodge Challenger SRT terbaru. Dari segi kecepatan, Eleanor akan kalah, karena itu aku harus memakai taktik...
HP kembali berdering. Kembali aku diamkan sampai tidak berbunyi lagi. Tapi tak lama kemudian aku merasa bersalah. Aku meraih HPku dan menelpon balik. Kali ini aku yang dicuekkin. Mobilku bermanuver pada belokan sempit sambil menghindari sebuah mobil barang. Jarakku dengan Dodge Challenger De Angelis masih cukup jauh. Aku menelponnya lagi. Tidak diangkat. Akhirnya aku kirim sms untuk minta maaf dan menjelaskan panjang lebar. Tangan kananku masih memegang setir. Dodge Challenger itu beberapa kali mencoba menipu dengan pura-pura akan membelok, tapi masih terbaca olehku....
Daniella tidak mengetahui pekerjaanku sebagai pembunuh bayaran. Selama ini aku berbohong dengan mengaku sebagai IT supervisor pada sebuah department store di New Moyyo Utara. Suatu saat aku harus memberitahu yang sebenarnya, aku hanya belum siap...
Kuletakkan HP di kursi sebelah. De Angelis beberapa kali melakukan kesalahan manuver di tikungan, sehingga jarak kami makin dekat. HPku berdering. Ada sms masuk. Ternyata bukan dari Daniella, melainkan dari temanku, Parker. Bunyinya, "Malem ini bisa maen gak? Kalo bisa, langsung ngumpul di rumah Edward". Kujawab dengan cepat ,"Gue lagi sibuk..." dan kembali fokus pada menyetir. Namun kadang mataku sesekali melihat layar HP, berharap Daniella akan membalas sms....
De Angelis memasuki kawasan perumahan, dan sebuah sms masuk lagi. Sambil mencoba berharap Daniella akan memaafkanku, aku melihat layar sms itu....
Bunyinya, "Pelanggan MoyoSel yang terhormat, raih kesempatan memenangkan 50 Blekberi..."
Bunyinya, "Pelanggan MoyoSel yang terhormat, raih kesempatan memenangkan 50 Blekberi..."
FFFFFFFUUUUUUUUUUUCCCKKKKK !!!!!!!
Kubanting HP ke kursi samping sambil marah. Di saat yang sama, De Angelis melakukan kesalahan dengan menghantam lubang jalan yang memang tidak begitu terlihat dari sebelum tikungan. Ia kehilangan momentum. Aku segera memanfaatkannya dengan menabrakkan Eleanor ke samping Dodge Challenger itu, dan mobil kami berdua pun keluar dari jalan. Ia mencoba kembali ke jalan, namun karena kaget, ia telat menurunkan gigi. Aku lebih cepat dalam hal ini dan segera memalangi mobilnya....
Aku pun turun dari mobil dan bersiap untuk melakukan pertarungan jarak dekat. Ia keluar dari mobil dan langsung mengayunkan kunci setir ke arahku. Aku mengindar ke belakang lalu menendang dadanya. Ia terhempas ke pintu mobilnya. Kutinju wajahnya dan ia pun terhuyung ke kanan. Ia memutar badannya dan kembali menyerang dengan kunci setir. Aku menangkis, logam beradu dengan tulang lenganku. Sialan, sakit juga. Aku langsung bereaksi dengan meninju rusuknya. Ia menjatuhkan kunci setir itu sambil kesakitan...
Kesempatan itu langsung kumanfaatkan dengan mengunci pinggangnya, lalu membantingnya dengan jurus Powerbomb yang keras ke tanah berumput...
Powerbomb
Ia tergeletak dan tidak mencoba bangkit lagi. Kemudian ia batuk darah. Aku yang kelelahan kemudian duduk di tanah sambil bersandar pada roda mobil. Luka tusukan obeng kembali terasa sakit. Tak lama kemudian, ia juga bangkit dan melakukan hal yang sama. Kami berdua duduk saling berhadapan sambil ngos-ngosan. De Angelis kembali batuk darah. Aku menyalakan sebatang rokok...
"Aku akan membunuhmu sekarang. Ada kata-kata terakhir?", tanyaku sambil ngos-ngosan.
"Ya, aku ingin bertanya sesuatu.... Kemana kau pergi setelah ini?", ia mengusap darah dari bibirnya.
"Pulang, kenapa?"
"Lewat mana?", tanya Greg.
"Apa hubungannya denganmu?", aku kebingungan.
"Kau lewat Jembatan Gungenberg?"
"Lewat..."
"Aku boleh nebeng? Yah, aku cuma ingin mati disana..."
Gregory De Angelis sudah babak belur, tidak punya senjata, anak buahnya sudah habis. Jadi aku rasa, yang ini bukan tipuan. Kondisinya sekarangpun sudah hampir mokados. Aku mengiyakannya, dan menyuruhnya masuk ke Eleanor. Ia mencoba membuka pintu kiri, namun kesulitan...
"Lewat sini, pintu sebelah situ rusak...". Pintu kiri itu juga harus diperbaiki. De Angelis berputar dan masuk lewat pintu pengemudi. Aku segera menyalakan mesin dan kami pun pergi.
"Jembatan Gungenberg punya pemandangan yang paling indah... Hmm.... Aku pernah berkata pada diriku, bahwa jika sudah saatnya aku mati, aku akan mati dengan cara melompat dari jembatan itu...", Greg berkata dengan susah payah. tangannya memegangi rusuknya yang sepertinya retak.
"Aku ngantuk..", kata Greg sambil terengah-engah. "Bangunkan kalau sudah sampai....", dan ia pun terkulai di kursinya. Badannya pasti merosot dari kursi jika tidak ditahan sabuk pengaman. Ia terlihat seperti tertidur. Aku memegang urat nadi lehernya. Rupanya kata-kata barusan merupakan kata-kata terakhirnya. Sayang sekali, ia tidak sempat sampai ke tujuannya, namun aku berniat untuk tetap melaksanakan keinginan terakhirnya tadi. Sebut saja etika sesama pembunuh...
Beberapa selang waktu kemudian, mobilku parkir di pinggir Jembatan Gungenberg. Tepat saat matahari mulai terbit. De Angelis benar, jembatan ini memiliki pemandangan yang tiada duanya. Jika orang kadang bingung, lebih bagus gunung atau laut, di sini ada pemandangan keduanya. Lembah pegunungan yang masih alami, menurun ke depan, sampai akhirnya bertemu Samudra Pasifik di kejauhan. Mercusuar Nagicuk terlihat samar-samar tertutup kabut di garis pantai. Konon mercusuar itu katanya dibangun untuk mengenang kucing peliharaan Gubernur Jenderal saat itu yang meninggal (kucingnya yang meninggal, bukan Gubernur Jenderalnya). Aku tidak pernah menyadari keindahan tempat ini walaupun sering lewat sini....
Random google image search...
Aku menarik napas panjang, lalu melemparkan mayatnya dari jembatan. Setelah itu aku mengirim e-mail ke orang yang menyewaku untuk konfirmasi sekaligus memastikan ia mentransfer uangnya. Selesai sudah satu pekerjaan. Kini kembali ke mana tadi? Oh iya, mencari Joni Dropkick, memperbaiki Eleanor, dan juga memperbaiki hubunganku dengan Daniella. Akhirnya Shelby Eleanorku pergi meninggalkan Jembatan Gungenberg, sambil diiringi beberapa musik rock klasik dari radio...
*****************
(Sementara itu di tempat lain....)
Seorang pria memasuki fast food 24 jam....
"Apa sudah dibuka kembali?", tanyanya kepada pelayan yang baru selesai mengepel lantai.
"Sudah pak, selamat datang...", jawab pelayan itu.
"Ada apa tadi? Kenapa saya diusir?", tanya si pria
"Maaf pak, tadi ada perkelahian. Tapi sekarang mereka sudah pergi. Sekali lagi mohon maaf untuk ketidaknyamanan ini. Sebagai permintaan maaf, kami akan memberikan minuman gratis untuk bapak. Bapak mau pesan apa?", tanya si pelayan itu dengan sopan.
"Extra Joss, dikocok, jangan diaduk...."
(Sementara itu di tempat lain....)
ReplyDelete*hp samsung berbunyi meneriakkan lagu Neaera - Where Submission Regin*
*Caspersky's calling*
"Shit on your call..", desis Daniella.
Lalu dilemparnya hp yang entah sudah berapa kali menjadi korban mood swing nya. Dia pun melangkah dan mengacak-ngacak rak, memilih buku dan majalah secara asal sambil mengatur napas.
"Easy, honey, breath in - breath out.. santai, santai, ga usah marah.." berusaha menghibur diri.
"Ah, well. Halo nyonya majalah, sepertinya daftar isi anda cocok untuk saat ini", diapun mengambil majalah dengan kasar, lalu tiduran sambil membolak-balik lembar majalah yang sebenarnya sudah ia baca belasan kali.
"Ahhhhhh.....", ia mengehempaskan majalah. Tatapan matanya menerawang ke langit-langit kamarnya, lalu terpejam. Perasaannya campur aduk.
LOLOLOLOLOLOLOL :P
hohoho, komen yang keren dan bisa dimasukkan ke episod berikutnya :D
ReplyDeleteokey terima kasih mbak Daniella.... :)